Senin, 11 Januari 2021

Terjebak Dalam “Ponakan”, Ini Kata Warga Rush

Terjebak Dalam “Ponakan”, Ini Kata Warga Rush


Perjalanan 8 orang terdiri dari 2 orang kepala seksi dan 6 orang staf menuju puncak, 38.000 mdpl dari Kota Probolinggo pada Kamis 12 November 2020 siang naik mobil Toyota Rush milik Mas Hamzah rekan humas sungguh keterlaluan.
Bagaimana tidak, diawali berangkat usai kami melakukan finger print pukul 2 siang. 7 orang naik Rush minus Sonea, pamitnya tadi masih minta tanda tangan pak sekdis di kantor utama, saat dia pamitan ke aku di teras radio.
“Ayo wes budal!,” ajak Famy rekan prahumku untuk masuk mobil.
Mobil yang terdiri 3 shaf itu, bagian depan ada Pak Data (Kasi Media Publik) sebagai sopir, mas Hamzah. Bagian tengah diisi Bu Umah, Mbak Okek. Bagian belakang Carolina, aku dan Famy.
“Eh Pak Data, Sonea durung melbu,” ucap Bu Umah Kasie Humas.
“Lha nang endi Sonea iku?,” tanya Pak Data menyalakan mesin mobil.
“Iyo pak, Sonea mau pamitan nang aku, jare minta tanda tangan pak sekdis nok Kominfo,” jawabku.
Memang mobil itu telah meninggalkan area Museum Probolinggo, kawasan Radio Suara Kota, habitat keseharianku bekerja.
“Ape nang endi sih pak, Sonea durung melbu lho!,” ujar Bu Umah lagi.
Memang mobilnya uda sampai depan kantor wali kota, Jalan Panglima Sudirman waktu itu.
“Enggak buk, ini cuma muter aja Pak Datanya, test drive,” jawab Mas Hamzah pemilik mobil Rush itu.
Dan Pak Data tidak pernah mengendarai mobil matic, hingga dia belum berani, mangkanya ia test drive dulu sebelum naik ke puncak siang itu.
Usai mendapatkan putar balik depan Dinas Pol PP samping pemkot, kembalilah mobil itu di halaman Museum Probolinggo, guna menjemput Sonea.
Betul saja Sonea sudah siap dan berdiri menunggu penjemputan.

Seketika itu sekalian dilakukan bongkar pasang muatan, maklum aku yang tadinya duduk di belakang, merasa kecepit. 2 orang temanku Famy dan Carolina memiliki pantat semok, pun dengan aku yang kecepit diantara keduanya. Terlebih juga didukung mereka memiliki postur tubuh tinggi besar dibanding aku kecil mungil. Hahahaha…..

Tanpa dibuka kursi belakang, aku disuruh aja loncat pindah ke tengah. Lagi-lagi untung ini tubuhku kecil, dengan mudah dan lincahnya aku berpindah ke tengah gabung dengan Mbak Oke, Sonea, aku dan Bu Umah. 4 orang cyiiinnn….
Ku lepas sepatuku, ku kasih tasku pada Sonea, loncatlah aku seketika itu dari shaf belakang ke shaf tengah. Shaf kursi tengah, pantat dan punggungnya sudah mantap tuh duduknya. Mereka bisa bersandar, kecuali aku. Ya, lagi-lagi aku mengalah.
Pantatku sangat sedikit sekali bisa menikmati kursi tengah itu. Dengan rasa ikhlasku, aku memeluk dari belakang kursi sopir, namun pelukan itu tidak sampai 360 derajat kursi di depanku. Artinya, aku duduk agak sedikit memeluk kursi belakang sopir, pak Data.
Lagi, lagi, aku menjadi bulian warga Rush. Kata mereka aku mengambil kesempatan dalam kesempitan, kata mereka aku curi-curi kesempatan, kata mereka aku memanfaatkan peluang, dan sebagainya. Sembari tertawa, mereka puas membullyku, hadeeehhh…..
Peliiiisss….. tolooong… hari gini gimana makai kesempatan cyiin….. ini body uda bener-bener kecepit gak bisa duduk dengan sempurna. Mau tidak mau yaa seperti inilah keadaan dudukku, selama perjalanan kurang lebih sejaman itu.
Untungnya, pak Data orangnya fine-fine aja. Dengan aku dibully semacam itu, orangnya malah membalas dengan iyaa, enak kali yaa dipeluk Dewi, duduk aku pangku, Dewinya menghadap ke depan. Pak Data melontarkan jawaban bulian warga rush. “Huss…. Jawabku, keenakan sampeyan pak kalo kaya gitu!,” ujarku
“Yo wes podo-podo enak e lha Dew,” timpal pria kelahiran 73 itu.
Selama perjalanan berlangsung, obrolan warga rush semakin menjadi-jadi. Obrolan manusia dewasa berumur 18+, plus gilanya. Hahahahhaa….


*** Sampai di Lava Hill Sukapura ***
Mobil masuk membayar biaya parkir, tiap orang kena tiket Rp 10 ribu dan beda lagi jika kita masuk wahana permainan dan kolam renangnya. Di sana akan dikenai tarif lagi per orang, membayar Rp 10 ribu.
Tibalah kita di Lava Hill, Dusun 1-Sapikerep, Sukapura, Kabupaten Probolinggo. Kita menikmati hawa pegunungan Bromo dengan alamnya yang indah sekali. Bukit hijau membentang luas di hamparan depan mata kita. Udaranya yang sejuk, tak memakai mantel pun terasa super kental dengan bukit.

Tak dapat dipugkiri, itulah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa nan Agung, sungguh indah dan mengesankan.
Sembari menunggu pesanan makanan, kita berdelapan selfi-selfi. Lagi-lagi, warga rush membullyku.
“Yak, Dewi foto cedek (dekat) Pak Data,” kata Okek.
Aku yang tanpa sadar, menoleh sebelah kananku. Betul saja, lagi-lagi Pak Data memang ada di sebelahku. Hahahaha ….
“Masya allah…. Yowes tuker-tuker, pindah ayo!,” ucapku.
Begitu seterusnya lhaayaa…
Tapi sumpah bagiku, aku dan Pak Data biasa saja. Kita sama-sama layaknya rekan kerja, atasan dan bawahan. Seperti, baju dan roknya, serasi sebagai anak dan bapak buah. Hehehehe….

Aneka menu telah kami pesan. Ada ayam kampung bakar, steak iga, nasi goreng, capjay, minuman thai tea, jus melon, dan sebagainya tentu kita melahapnya usai melaksanakan sholat ashar.
Meja sebelah pun kita gabung menjadi satu agar bisa menikmati kebersamaan dalam satu meja untuk 8 orang warga Rush.
Kita pun saling incip-incip makanan tetangga sebelah (prokes-prokes) jangan lupa protokol kesehatan guys…..



*** Jom Kita Pulang!!! ***
Bu Umah, Okek, Famy, Sonea dan Carolina berjalan naik ke wahana.
“Woooiii…. Ayooo pulang!!! Jam absen pulang lho!….,” seruku dari bawah, kurang lebih 8 meter jalan penanjakan menuju wahana permainan dan kolam renang.
“Sek, lihat nang ndukur onok opo,” kata Bu Umah membalas ajakanku.
“Ya ampuuunnn…. Ayo buk balik pulang, telat lho!, yowes aku ta masuk mobil disik yaa,” kataku lagi sambil lihat mobil mas Hamzah sudah siap berangkat dengan mesin sudah menyala.
“Iyaa wes, sik bentar yaa,” kata Bu Umah lagi tanpa takut pulang telat itu.
Aku pun masuk ke dalam mobil Rush milik mas Hamzah, selanjutnya pak Data pun bertanya.
“Nang endi wong-wong iku…?,” tanyanya heran kok cuma aku saja yang masuk duluan ke mobil.
“Mbuh….. munggah iku ndelok wahana, onok opoan jare…. Ndak wedi telat seh….,” ucapku ikut bingung.
Lanjutku, kalo telat absen pulang potong satus ewu pak…. Duh lah….
“Lha yo…,” Pak Data pun menggelengkan kepalanya.
Tak tinggal diam, mas Hamzah aktif dengan ponselnya, segera mungkin dia WA Famy, mengingatkan absen pulang usai aku bilang potong tepepe, baca TPP, hehehe….
Jam sudah menunjukkan pukul 16.02 sore.
Sesegera warga Rush lainnya masuk mobil. Dengan entengnya Okek bilang, “eh…. Sik jam segini, masih cukup sampai di kantor,” katanya santai.
“Satus ewu mam, yo telat iki,” ucapku.
“Wes genep wolu yo iki?,” pak Data ngecek jumlah warga Rush sebelum cus pulang.
“Wes pak,” kataku.


*** Perjalanan Pulang ***
Benar saja, aku yang duduk di belakang sopir, Pak Data sebagai kemudi sopir, aku pun bisa menjadi navigator meski dudukku bukan disamping sopir.
“16.25,” kataku. (lima belas titik dua lima) aku mengucapkan sesuai jam tangan yang kupakai saat itu, jam tangan digital.
Lagi-lagi warga Rush rame. Tapi mereka menyadari, tidak apa saling mengingatkan demi kebaikan bersama. Hahahaha…..
“Wes, biar pak data nyetir ae, kalo telat gak papa kita nanti buat surat sakti,” kata Famy.
Begitu seterusnya tetap saja aku menjadi navigatornya.

Hingga…… sampai di Laweyan, sedikit lagi Terminal Bayuangga Kota Probolinggo, yup…..
16.55 WIB.
Pak Data pun bilang, sampai nggak yaa kita? Di depan sana masih ada 3 traffic light lagi. Sebut saja, Ketapang, Batalyon dan Brak.
“Kita absen di kantor Kominfo aja pak, jadi lampu lalin Brak kita lewati, belok kiri kan jalan terus,” celetuk Famy.
Dibenarkan dengan warga Rush celetukan Famy itu.

“Iyo pak, absen nang Kominfo ae wes…,” semua warga Rush kompak mengiyakan ide Famy itu.
“Iyaa wes, sip,” kata Pak Data.
Akupun sumbang ide untuk membuka aplikasi absen sedari sekarang yang saat itu mobil sudah belok dari Brak, Jalan Panjaitan.

Selanjutnya, mobil belok kanan dari pertigaan Jalan Panjaitan , menuju Jalan MH. Thamrin, semua warga Rush juga sudah siap dengan aplikasi absen yang kurang 2 menit absen itu ditutup.

Betul saja, warga Rush tiap-tiap orang sudah memegang gadgetnya dengan aplikasi absen yang sudah dibuka juga.


Sejak tahun 2020, kita sebagai ASN Pemerintah Kota Probolinggo telah menggunakan aplikasi SIAP untuk melakukan absen dengan menggunakan HP android dengan batas titik koordinat yang telah di setting oleh ahli IT Pranata Komputer Kominfo. Batas absen sore (pulang) adalah rentang waktu antara pukul 16.00 s.d 17.00 WIB.


Selanjutnya jika kita tidak melakukan absen di titik koordinat dimaksud, maka kita tidak bisa melakukan absen.
Dan bisa dipastikan kita akan mengalami keterlambatan absen dari waktu yang ditentukan, maka aplikasi akan ditutup secara otomatis. Nah, disitulah kita merasa syyyeedddiiihhh karena TPP kita akan dipotong sebesar seratus ribu rupiah. Hiks…..


*** Tiba di Kantor Kominfo ***
Sopir, sebelah sopir dan penumpang shaf tengah semburaaaaatttt….
(Pak Data, Mas Hamzah, Bu Umah, Sonea, aku, Mam Okek) semuanya keluar dari mobil Rush milik Mas Hamzah itu, semuanya berlarian-berhamburan ke halaman kantor Kominfo. Dengan mengarahkan hapenya seperti gaya selfi-selfi.
Ada juga yang sampai masuk ke dalam ruangan kerja, guna mencari-cari wajahnya Nampak tidak dalam absen aplikasi SIAP. Hahahaha…..
“Alhamdulillah… aku uda bisa,” kataku sumringah.
Diikuti senyuman sumringah lainnya seperti Bu Umah, Mam Okek, Mas Hamzah juga Pak Data pun merasa puas kita berhasil absen hanya ada di halaman kantor Kominfo.




Tapi, apa kabar warga rush shaf belakang…???
Hiyyyaaaa…. Famy-famy, dia terjebak di kursi belakang tidak ada yang membantu membukakan kursi shaf belakang.
Sementara itu, Carolina tak bisa ikut membantu. Dia juga merasa terjebak.

Carolina tak berpengaruh pada absen sore waktu itu, dia merupakan PTT dengan melakukan absen atau tidak, sama sekali tidak berpengaruh pada gajinya.
Yup.. Di halaman depan kantor Kominfo, semuanya pada sumringah, gugup, teriak-teriak gak jelas. Hahahaha….

Aku, Bu Umah, Pak Data, Mam Okek dan Mas Hamzah balik ke mobil Rush. Lha….. Famy baru bisa keluar dari mobil, giliran dia berlari ke halaman Kominfo. Kita pun saling berpandangan satu sama lainnya.

“Famy….” Batin kami bersamaan.
Usai dia sekali klik tombol merah di layar hape aplikasi SIAP, dia balik ke mobil sambil menggerutu.
“Payah wong-wong iki, giliran mobil mandek, aku ditinggal-dijarno. Buka-buka kursi dewe ndak onok sing nulungi,” gerutunya.
“Ngene iki jeneng e kualat ponakan kok. Om yang larut dalam keponakannya,” ujarku diikuti tawa ngakak warga Rush tak terkecuali Famy pecah juga tertawa renyahnya.
“Kemon kita cuz mobil ah,” kata Mam Okek mulai ngajak jalan warga Rush menuju mobil.
“Eits…. Sonea endi Nea…?,” tanyaku yang diikuti membalikkan badan warga Rush.
“Eh iyo… Sonea ndi? Oohh… iku Nea. Ayo Nea cepetan masuk mobil!,” seru Bu Umah.
Rupanya Sonea baru keluar dari gedung kantor Kominfo. Sembari menuju mobil, dia bilang tidak absen. Sampai dengan masuk mobil pun tetap tak bisa absen. Oke fix, kalo gitu kamu buat surat sakti Nea. Hihihi…..
“Aku tadi absen sampai nok ruang tengah (ruang staf) Kominfo, sampe nang TU, nang loby, nang ruangan e Surya (PPID) tetep gak iso,” jelas Sone.
Lagi-lagi aku bergumam, “Kandani koh…. Kualat ponakan kabeh iki,” kataku santai mobil uda sampai di Radio Suara Kota, tempat awal pemberangkatan sebelum ke penanjakan.
Semuanya tertawa dan bilang, “Iyo….. ponakan…. ponakan…,” kata mam Okek lainnya tertawa banting pintu mobil dan warga Rush pun berlalu dengan roda duanya tanpa henti tertawa terkekeh-kekeh.