Kamis, 11 Oktober 2018

USAHA TAK AKAN MENGKHIANATI HASIL


Memang benar pepatah mengatakan, usaha tak akan mengkhianati hasil sekitar 5 tahun yang lalu aku berikhtiar mendampingi suami yang saat itu belajar guna mengikuti tes CPNS pada BNN RI.
Pendampingan aku lakukan mulai dari pendaftaran, belajar sampai dengan tes tahap I (BKN Waru Sidoarjo) dan tes tahap II (BNN RI Cawang Jakarta).

Banyak temanku yang menanyakan bagaimana suamiku bisa berhasil dan diterima sebagai PNS BNN RI. Akupun selalu bergumam, “Ayo tak sosialisasikan ae gimana ceritanya dari awal sampai akhir, biar aku enggak cerita (lagi) satu per satu pada tiap orang yang berbeda, yang menanyaiku,” jelasku.
Teman-temankupun tertawa terbahak-bahak, “Ayo wes Non, ceritain talah,” bujuk teman sekantorku ibu Bhayangkari Polresta Probolinggo 5 tahun silam.

Biarlah cerita ini hanya ada dalam doa dan anganku saja, semua adalah nyata keajaiban Tuhan Yang Maha Esa pada umatNya yang senantiasa selalu berdoa, berusaha yakin akan kuasaNya.

Nah, bagi teman-teman yang mau ikutan tes CPNS untuk tahun ini, semangat ya!
Jangan menyerah, terus berdoa, berusaha, yakin deh semuanya pasrahkan pada TuhanMu.
Saya sihh yesss gitu.... xixixixiiii.....
Semangat!!!

Selasa, 09 Oktober 2018

POSISI MELINTANG, LAHIRKAN SECARA NORMAL



Masih di kamar UGD, perawat ambil tindakan periksa perutku, dinyatakan bahwa posisi bayi adalah melintang. “Ci, tulung jupukno Hpku nok dalam tasku Ci,” pintaku. Sesegera Sonea memberikan HP itu ke aku. “Halo Pi, mi sekarang ada di RSUD. Td ketuban mi pecah di mushola kantor, ini mi diantar ebes emes n Pak Sitrin,” sapaku ke suamiku saat itu masih di Lumajang.
Kaget juga suamiku tiba-tiba aku telepon mendengar bahwa ketuban pecah dan aku sekarang di RSUD. Tanpa pikir panjang diseberang sana suami hanya menjawab, “Oalah Mi... yok opo seh kok isu ngunu?, iyo iki pi tak langsung pulang,”.

Langsung saja hari itu pukul 4 suami pulang tanpa mampir ke kosannya dulu untuk mengambil baju-baju kotor melakukan perjalanan menuju RSUD dalam keadaan panik juga.
Perawat melakukan suntik pencegah agar ketuban tidak merembes secara terus menerus dilakukan sekali saat di UGD. “Ci, aku pamit pulang sik ya, kamu yang kuat ya Ci, yakin ya Ci, kamu pasti bisa!” pamit Sonea.

“Iyo Ci, suwun yo wes melu nganter aku. Doain aku yo Ci, aku wedi di operasi (caesar, red),” sedihku. “Iyo Ci tak doain mugo-mugo kamu lahiran normal ya...,” doa Nea. Dan Pak Sitrin pamit juga pulang bareng Nea.

Tinggalah aku sendiri masih kondisi mulut terus komat-kamit bersholawat, terkadang masih ada dalam benakku kekhawatiran aku bakal di caesar.

“Berdoa terus, yakin ndak caesar yo,” mamiku memberikan semangatnya.
Pukul 5 sore akupun dipindah ke ruangan persalinan. Disana hanya ada mamiku yang senantiasa menemaniku, mulai dari lahiran anak pertama sampai keduapun dengan setianya beliau selalu ada dismapingku.

Hampir maghrib papiku datang bersama anak sulungku, Kayla. “Embak, embak kok ikut Nak, besok imunisasi di sekolahan ya mbak.... gak boleh nangis ya,” khawatirku padanya. Karena urusan sekolahnya semuanya masih aku yang cepak-cepakkin. Jadi wajar saja kalo misalkan saat ini aku yang terbaring di kasur hanya bisa membayangkannya imunisasi tanpa aku.
“Adek kok ikut ke rumah sakit dek. Di Rumah sakit itu banyak kuman dan bibit-bibit penyakit,” jelas perawat. Dan mau tidak mau yang ketemu si sulung sebentar saja diapun di antar pulang kembali oleh papiku.

“Assalamu’alaikum,” sapa suamiku dibalik pintu sambil masuk ke dalam kamar persalinan. Suami pun membawa beberapa pakaian ganti, peralatan mandi, beberapa baju bayi, dsb, yang sore itu tidak sempat aku bawa kendati pecah ketuban di mushola kantor.

Ditemani suami dan mami sepanjang malam sampai pukul 22.00 WIB suami pamit pulang, karena mobilnya parkir di halaman sisi utara RSUD, harus segera dipindah ke tempat yang lebih aman, jukir sudah pulang juga kalau malam batasnya adalah pukul 20.00 atau 8 jam.

“Gak papa sampeyan pulang dulu mas, biar saya aja yang jaga. Gantian biar besok bisa datang lagi,”. saran mamiku.
Mamikupun akhirnya aku suruh tidur waktu itu pukul 23.00 WIB. Sementara aku yang terbaring di ranjang, masih belum percaya bahwa ketubanku masih saja merembes sedikit-sedikit, kiranya suster sudah memberikan suntikan anti rembes ketuban. 

Diagnosa sementara adalah memulihkan kondisi ketuban yang telah keluar sebelum waktu lahiran, dengan menginjeksi suntikan antibiotik, hasil akhirnya adalah besok pagi dokter akan melakukan observasi jika hasil observasi memungkinkan menunda kelahiran sampai bulan depan.
Begitulah penjelasan dokter kandungan yang menangani atas saran Pak Sitrin (lagi), dr. Slamet, SpOg yang merupakan dokter senior memiliki segudang pengalaman tentunya.

Sekitar pukul 00.15 WIB mamiku bangun dan menanyakan kondisiku saat itu bagaimana. “Piye, sik merembes ketubane?,” tanya mami.

Ndak mam, tapi ini aku kok sakit banget kaya pembukaan ta mam?,” tanyaku.
Dan mamiku iji untuk menunaikan shalat tahajud pada jam itu. Selesai shalat tahajud, mami mendekatiku yang memang aku menahan rasa sakit meskipun sedikit sering rasa itu datang.
Mules ilang-mules ilang begitulah kondisiku waktu itu.

Sementara grup WA kantor pada menyemangati agar aku kuat, agar aku bisa bertahan, meskipun kondisi bayi melintang.

Memang kondisi bayi melintang itulah membuat aku merasakan kekhawatiran lahiran secara caesar. Selalu aku aku doa dan mengusapkannya ke perut sambil berbisik pada jabang bayi, “Dek, muter ya dek, pinter ya Nak, mami takut operasi, dek,” doaku.

Rasa mual-ilang itu semakin kerap kali ini, yang tadinya hanya 1 jaman datang tidak waktu itu menunjukkan sekitar pukul 02.00 WIB.

Hingga akhirnya aku tidak kuat juga, mamiku sesegera mungkin memanggil suster yang tertidur pulas di ruangannya, beberapa kamar persalinanku.

“Sus, sus, pasien Dewi kok sepertinya mau lahiran, ya,?” bangun mamiku pada suster rumah sakit yang memang enak terlelap dikeheningan malam waktu itu.
Tak berapa lama, sejaman, lahir bayi lucu nan ganteng. Aku dan suami beri nama Kavin Fawwaz Diandra Putra, yang artinya kurang lebih seperti ini Anak Lelaku Wahyudi dan Rani yang berparas ganteng.

Lahiran normal tidak operasi adalah wujud kesabaran selama ini, posisi melintang sampai dengan kembali pada posisi normal adalah sebuah keajaibanNya.


Minggu, 23 September 2018

PANIK KETUBAN PECAH SEBELUM ESTIMASI LAHIRAN. LUPA NAMA TEMAN, HINGGA PICK UP NGAMBEK TAK BISA DI STATER.


Pecah ketuban di Mushola kantorku, pada 28 September 2017 sekitar pukul 2 siang lebih menginjak waktu sore, membuat aku panik. Aku pikir cairan yang keluar banyak itu darah, nyatanya bukan. Cairan putih itu adalah air ketuban.

Air ketuban adalah cairan yang melindungi dan menopang saat janin tumbuh di dalam rahim. Di antaranya untuk melindungi janin dari benturan, membantu perkembangan tungkai, otot, paru-paru, dan sistem pencernaan janin. Air ketuban terletak di dalam kantung ketuban. (Sumber : https://www.google.com/search?q=air+ketuban+adalah&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab).

Karena aku kepayahan setelah menyelesaikan administrasi kegiatan workshop PT. Indosat yang digelar sehari sebelumnya, akupun tertidur pulas di Mushola kantor dengan masih mengenakan mukena, setelah selesai menunaikan shalat dhuhur. 

Kondisi hamil besar, membuatku cepat merasakan keletihan. Hal ini membuat teman-temanku memakluminya. Hingga tibalah giliran Carolina membangunkanku, “Dew, Dewik geseran Dew!,” pintanya. Akupun bangun dan mulai bergeser mendekati dinding ruang kabidku. “Sik yo Lin pelan-pelan, abot,” ucapku.

Belum satu menit aku bergeser, tiba-tiba saja “Tus” seperti balon yang ditusuk jarum keluarlah air ketuban itu, banyak sekali. Spontan saja aku berdiri dan memamnggil nama temanku yang baru saja selesai shalat dhuhur. “Lin, Lina, iki opo Lin?,” tanyaku panik. “Opone Dew, endi,” Tanya Lina Balik.
“Iki lho lin, abang (merah, red) ta....?, iki metu akeh lin,” lanjutku yang semakin panik. “Endi Dew, gak ono warna e iku....,” jelas Lina.
“Oalah iki ketuban berarti Lin, ketubanku pecah Lin,” kaget aku. Selanjutnya aku memanggil Lina yang sejatinya hanya ada dia saja, kami berdua di Mushola kupanggil-panggil namanya, tapi aku lupa nama dia “CAROLINA” hahaha....
“Sopo jenengmu?? Jenengmu sopo???,” Tanyaku berulang. Lina pun ikut panik, “Kenopo Dew??,” masih ikut panik juga dia, hahahahaaa...
“Jenengmu iku sopo??,” tanyaku sambil agak marah. “Lina, Dew, aku Lina,” teriak Lina, wkwkkwkwkkkk....
Langsung aku agak teriak juga, “Ya ampun lin, aku sampek lali jenengmu, iki lho Lin ketubanku pecah!,” masih tidak percaya dengan kondisiku waktu itu kenapa sampai pecah ketuban di saat kehamilanku masih berusia 8 bulan.

Akupun dituntun Carolina menuju tempat duduk meja kerjaku. Serentak kabar pecah ketubanku langsung terdengar teman-teman kantor.

Mereka mendatangi tempat dudukku. Dibalik mejaku, aku langsung menangis. Perasaan takut, cemas, panik, bingung, semuanya mengahantuiku sepanjang aku menenangkan diri. Tapi bukannya malah tenang, yang ada semakin dan semakin bingung.

“Iyo Dik digawe lungguh ae, anakku telu-telune yo ketuban e pecah disik sebelum lahiran. Gak oleh mondar mandir, wedine banyune metu terus,” Saran Bu Evi Kasi Pelayanan Informasi mendekatiku.
Dan anehnya hari itu seperti hari-hari biasa waktu menginjak sore, kondisi kantor sepi. Yang biasanya Edwin Bendahara Pengeluaran membawa mobil, hari itu tidak. Pak Sitrin Kabidku yang membawa mobilpun, tidak juga membawa hari itu.

“Mbak Dew, iku onok mobil pick-up, tak terno nang RSUD yo,” tawar Edwin. Memang di kantorku ada mobil operasional barang-barang apabila ada giat kantor yang membawa soundsystem, meja kursi, dsb. 

“Ndak Ko, aku adoh-adohan mbek bojoku, aku pengen diterno wong tuoku ae,” tolakku. Aku dan teman-teman memang memanggilnya Koko, sebutan pemilik toko ATK, chinese. Hahaha....
Kejadian aneh pick up yang distater tapi tidak bisa pun, seolah memang takdirnya aku harus diantar orang tuaku. Memang akupun menolak jika harus diantar mobil pick up, atau mobil sekretaris dinas yang parkir di halaman kantor.

“Pap, papi, ketubanku pecah pap,” segera aku menelepon papiku. “Opo nduk? Ban e pecah?, iyo engkok disusul Indra yo nduk” jawab papiku yang baru bangun tidur dari istrirahat siang jam setengah 3 sore. Aku masih tidak sadar kalo papiku menjawab ban pecah, tapi aku tanda tanya kenapa dijemput Indra....
 “Iya pap, ketubanku pecah, gimana ya pap??,” tanyaku lagi. “Lhoooo... ketuban pecah??? Iyo nduk, Bapak sama Mama maringene nang kantormu,”.

Cepat banget aku langsung dijemput orang tuaku, hitungan 10 menit mereka langsung sampai menjemputku, yang sedari aku tutup telepon langsung duduk di kursi ruang tamu kantor dibantu banyak teman-teman yang masih tersisa di kantor. 

“Langsung kita ke RSUD ya pak,” ajak Pak Sitrin ngobrol dan salaman dengan orang tuaku.
Pak Sitrin adalah Kepala Bidangku, Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Beliau yang meyakinkanku untuk lahiran anak kedua di RSUD. Sebelumnya aku menginginkan lahiran di bidan, ditolaknya secara halus dengan memberikan keyakinan bahwa RSUD pelayanannya sudah jauh lebih baik daripada Tahun 2012 aku melahirkan anak pertama. 

Di dalam mobil, turut Sonea teman Prahum terus menggenggam tanganku selama perjalanan menuju RSUD. “Sabar ya Ci, terus bersholawat Ci,” ingat Nea kala itu. “Iyo Ci,” terus saja aku menangis.
“Iki mbak Nea penyiar Suara Kota itu ya?,” tanya mamiku. “Enggeh bu,” senyum Nea.
Kira-kira perjalanan hanya 1 km itu diselimurkan dengan obrolan mamiku dan Sonea, sementara aku hanya mampu bersholawat terus dan terus.

Sesampai di RSUD dr. Moch. Saleh, satu-satunya rumah sakit pemerintah yang beralamatkan di Jalan Panjaitan itu, bergegas aku di sambut ranjang roda oleh beberapa perawat RSUD.
“Langsung ke UGD ya,” tindakan perawat itu dengan cepat.
Pasang gelang pasien, buka celana hamil hitam, pasang infus, ambil sampel darah, tensi tekanan darah, semua tindakan itu begitu cepat.
Bolak balik kedua orang tuaku diikuti Pak Sitrin amping-amping pintu kamar UGD, sesekali aku melihat mereka ngobrol bersama.

Sementara di dalam kamar UGD aku ditemani Sonea, sambil foto-foto tanganku yang sudah terpasang gelang pasien dan ternyata di upload juga di WA grup kantor, WA grup Prahum kota dan Facebook olehnya, hahahaaa...
Masih aja ya mikir up to date, temannya lagi merasakan ketakutan dan kepanikan mendalam sambil terus agak nahan tangis dan kegelisahan dalam hatiku, “aku enggak mau di opearasi caesar!”.

Rabu, 19 September 2018

SAAT HAMIL KEDUA, SEPERTI PERJALANAN 100 KM/JAM


Program hamil anak kedua aku lakukan Juli 2015, lepas IUD di Puskesmas Sukabumi waktu itu. Dengan pertimbangan anak pertama waktu itu berumur 3 tahun, sudah saatnya untuk memberikan kakaknya adek. Dan usiaku juga masih 29 dirasa segeralah hamil anak kedua. Hitung-hitungan yang menurutku sudah pas, belum tentu sesuai dengan rencana Allah.

Waktu berjalan setelah lepas IUD, q merasakan betul dan bergumam “Ternyata belum juga isi ya, q pikir dengan lepas IUD segera mungkin q hamil (lagi),” pikirku.
Kondisi suami bekerja di luar kota, kerap kami tidak bertemu setiap harinya. Saat kami bertemu (Weekend), mungkin kondisiku saat itu aku lagi menstruasi. Saat suami bekerja di luar kota, aku usai mesntruasi. Saat suami ada di rumah lagi, mungkin aku lagi tidak masa subur. Begitu seterusnya kurang lebih berjalan hampir 2 tahun. Memanglah ya, balada LDR alias long distance relationship iya begitu, sulit ditebak, hehehe... 

Tapi aku enjoy aja sih, aku buat biasa saja, gak usah terlalu dipikir. Nanti malah gak jadi-jadi (positif) maksudnya.
Iya betul, saat aku terlalu menggebu untuk segera hamil anak kedua, yang ada hanyalah zonk. Stripnya hanya satu. Sedikit demi sedikit aku mulai melupakan ambisiku seperti pepatah pernah bilang “enjoy saja....” iklan yess.

Oh iya, dulu aku belum tahu kalo aku hamil muda (anak pertama), aku ada Pelatihan Senam Korpri di GOR A. YAni. Pelatihan Senam Korpri ini dilakukan oleh 2 (dua) orang perwakilan OPD se- Kota Probolinggo. Kebetulan dari Dispobpar waktu itu mengirimkan aku dan temanku sebagai instruktur senamnya, ciiiyyeeee.... dan pelatihan senam ini dilaksanakan selama 2 hari berturut.
Tak cukup sampai disitu, aku juga melakukan penjemputan peserta Napak Tilas teman-teman Dispobpar (Rute Banyuwangi-Probolinggo), aku dan teman-teman menjemput dengan berjalan kaki kumpul dari rumah teman kantor di Kelurahan Wiroborang, kita jalan kaki bersama-sama dengan rute (kampus UPM, SMAN 1 Dringu, SMPN 1 Dringu) sampai dengan TWSL (Taman Wisata Studi Lingkungan), dengan jarak tempuh kurang lebih 4 km.
Gak kebayang jauhnya bukan??? 

Alhamdulilah ternyata kandunganku kuat seberapa aktifnya aku flashback kegiatan apa saja yang aku lakukan sampai aku tes kehamilan hasilnya positif. Syukur alhamdulilah ya Allah J
Tak berbeda dengan kehamilan keduapun, hampir sama dengan kehamilan anak pertama, aku melakukan senam. Bedanya kali ini adalah senam aerobik di depan rumah. Senam ini dilaksanakan bersama bapak dan ibu-ibu dasawisma 14 perumahanku.
Senam ini dilaksanakan 2 mingguan setiap bulannya. Antusiasku untuk mengikutinya selalu lha ya, karena disisi lain kita mendapatkan manfaat sehat yang utama, disisi samping kita dapat bersilaturahmi dengan dawis 14. Syukron

Senam ini baru aku ikuti hanya sekali saja, tepatnya tanggal 15 Januari 2017. Ingat betul perjalanan hamil anak kedua ini benar-benar dalam otakku. Bagaimana tidak? Setelah aku ikuti senam aerobik sekali saja, aku langsung hamil (positif). Yess!! Akhirnya ya, penantian kurang lebih 1,5 tahun berbuah kehamilan. 

Selama proses kehamilan, berangkat/pulang kantor, periksa kehamilan ke dokter spesialis kandungan, rapat-rapat, kegiatan kantor semuanya aku lakukan mandiri. Berbeda kehamilan anak pertama semua aktivitasku hampir aku lakukan berdua dengan suami.

Maklum dan berbesar hatilah aku yang harus mengerti bahwa suamiku bekerja di luar kota, tak pernah aku menuntutnya going sana going sini, hehe.... Yang terpenting kondisiku selalu diberikan kesehatan, tak masalah bagiku, aku harus mandiri saycin.

Tahun 2017 pekerjaan kantorku cukup banyak, ditambah lagi kegiatan-kegiatan di luar kantor seperti sosialisasi, workshop, yang acaranya diadakan di Kantor Walikota. Aku harus naik turun tangga, balik lagi ke kantor, aku harus menyelesaikan administrasi, dsb, dsb. Sampai dengan aku dinas luar kota seperti ke Malang, Prigen Pasuruanpun sangat menguras energi kehamilanku.
Belum lagi aku mengantarkan si sulung latihan drum band di Yon Zipur sampai dengan pelaksanaan lomba drumb band baik itu kirab di depan Kantor Walikota finish Alun-alun. Hari kedua Lomba Unjuk Gelar (LUG) di Gor Mastrip di antar papi dan adek naik mobil agak mengurangi rasa lelahku. Plus si sulung mengikuti lomba mewarnai di Giant, semua itu aku ibaratkan seperti aku melakukan perjalanan motor dengan kecepatan 100 km/jam. 

Tanggal 25 September 2017 aku melakukan perjalanan dinas luar kota bersama teman-teman Prahum sek Kota ke kota Malang. Bertempat Aria Gayajayana Hotel, Komplek Mal Olympic Garden Jl. Kawi No. 24, Kauman, Klojen, Malang dengan materi Bedah Butir Fisik dan Butir Kegiatan Pejabat Fungsional Pranata Humas. Selesai Bimtek, kamipun pulang.

Sambil arah pulang, kita mampir ke Makobu Cake. Toko roti digadang milik diva Indonesia penyanyi asal Batu, Krisayanti pun disambut hangat teman-teman sambil sesekali gantian menggandeng aku yang memang hamil besar.

Mungkin keadaan hamil, jalan sebentar saja sudah agak ngos-ngosan aku kala itu. Sepulang perdin kita Pranata Humas setelah beli roti di Makobu Cake, kita menyempatkan makan sore di Kedai Steak and Shake depan kampus Poltek Negeri Malang, sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke Probolinggo.

Di kedaipun kami berdelapan minus mbak Miranti Sekwan dan Ubay PKK bercengkrama, sambil sesekali obrolan kami ditujukan padaku. “Iku weteng e cin Dewi wes mudun, kapan lahiran cin? Aku wedine kamu lahir nok mobil iki,” canda teman-teman.
“eeeehhh...eehhh... Naudzubilahimindzalik, ojo ngunu ta rek! Neh-aneh ae!,” timpalku sambil makan en nyeruput shake coklat ice.

Selama mobil dikendarai Mira DLH, teman-teman selalu mengingatkan sopirannya agar jangan terlalu kencang. “Kasihan ada Bumil, ojo banter-banter Mir,” inget Sonea. Mira gadis tomboy itu cekiki’an “Beyes, mak!,”. gak papa sih perjalanan dinas waktu itu fine-fine saja bagiku, tapi karena sudah kandungan besar ya memang sering kenceng-kenceng juga ini perut.

Setelah perjalanan dinas 25 September 2017, hari-hari berikutnya aku masuk kantor seperti biasanya. Semakin sering aktivitasku menjelang lahiran. Seperti antar anak sulung lomba drumband (2 hari), lomba mewarnai, dan kegiatan-kegiatan bidangku.

Maklum aku dan dokter kandungankupun sepertinya mengamini bahwa usia kandunganku masih jalan 8 bulan periksa terakhir minggu kedua bulan September 2017, jadi aku bisa pastikan kelahiran anak keduaku nanti jatuh pada Oktober 2017. Perkiraan itu ternyata meleset, setelah aku mengalami pecah ketuban di Mushola kantorku.