Minggu, 23 September 2018

PANIK KETUBAN PECAH SEBELUM ESTIMASI LAHIRAN. LUPA NAMA TEMAN, HINGGA PICK UP NGAMBEK TAK BISA DI STATER.


Pecah ketuban di Mushola kantorku, pada 28 September 2017 sekitar pukul 2 siang lebih menginjak waktu sore, membuat aku panik. Aku pikir cairan yang keluar banyak itu darah, nyatanya bukan. Cairan putih itu adalah air ketuban.

Air ketuban adalah cairan yang melindungi dan menopang saat janin tumbuh di dalam rahim. Di antaranya untuk melindungi janin dari benturan, membantu perkembangan tungkai, otot, paru-paru, dan sistem pencernaan janin. Air ketuban terletak di dalam kantung ketuban. (Sumber : https://www.google.com/search?q=air+ketuban+adalah&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-b-ab).

Karena aku kepayahan setelah menyelesaikan administrasi kegiatan workshop PT. Indosat yang digelar sehari sebelumnya, akupun tertidur pulas di Mushola kantor dengan masih mengenakan mukena, setelah selesai menunaikan shalat dhuhur. 

Kondisi hamil besar, membuatku cepat merasakan keletihan. Hal ini membuat teman-temanku memakluminya. Hingga tibalah giliran Carolina membangunkanku, “Dew, Dewik geseran Dew!,” pintanya. Akupun bangun dan mulai bergeser mendekati dinding ruang kabidku. “Sik yo Lin pelan-pelan, abot,” ucapku.

Belum satu menit aku bergeser, tiba-tiba saja “Tus” seperti balon yang ditusuk jarum keluarlah air ketuban itu, banyak sekali. Spontan saja aku berdiri dan memamnggil nama temanku yang baru saja selesai shalat dhuhur. “Lin, Lina, iki opo Lin?,” tanyaku panik. “Opone Dew, endi,” Tanya Lina Balik.
“Iki lho lin, abang (merah, red) ta....?, iki metu akeh lin,” lanjutku yang semakin panik. “Endi Dew, gak ono warna e iku....,” jelas Lina.
“Oalah iki ketuban berarti Lin, ketubanku pecah Lin,” kaget aku. Selanjutnya aku memanggil Lina yang sejatinya hanya ada dia saja, kami berdua di Mushola kupanggil-panggil namanya, tapi aku lupa nama dia “CAROLINA” hahaha....
“Sopo jenengmu?? Jenengmu sopo???,” Tanyaku berulang. Lina pun ikut panik, “Kenopo Dew??,” masih ikut panik juga dia, hahahahaaa...
“Jenengmu iku sopo??,” tanyaku sambil agak marah. “Lina, Dew, aku Lina,” teriak Lina, wkwkkwkwkkkk....
Langsung aku agak teriak juga, “Ya ampun lin, aku sampek lali jenengmu, iki lho Lin ketubanku pecah!,” masih tidak percaya dengan kondisiku waktu itu kenapa sampai pecah ketuban di saat kehamilanku masih berusia 8 bulan.

Akupun dituntun Carolina menuju tempat duduk meja kerjaku. Serentak kabar pecah ketubanku langsung terdengar teman-teman kantor.

Mereka mendatangi tempat dudukku. Dibalik mejaku, aku langsung menangis. Perasaan takut, cemas, panik, bingung, semuanya mengahantuiku sepanjang aku menenangkan diri. Tapi bukannya malah tenang, yang ada semakin dan semakin bingung.

“Iyo Dik digawe lungguh ae, anakku telu-telune yo ketuban e pecah disik sebelum lahiran. Gak oleh mondar mandir, wedine banyune metu terus,” Saran Bu Evi Kasi Pelayanan Informasi mendekatiku.
Dan anehnya hari itu seperti hari-hari biasa waktu menginjak sore, kondisi kantor sepi. Yang biasanya Edwin Bendahara Pengeluaran membawa mobil, hari itu tidak. Pak Sitrin Kabidku yang membawa mobilpun, tidak juga membawa hari itu.

“Mbak Dew, iku onok mobil pick-up, tak terno nang RSUD yo,” tawar Edwin. Memang di kantorku ada mobil operasional barang-barang apabila ada giat kantor yang membawa soundsystem, meja kursi, dsb. 

“Ndak Ko, aku adoh-adohan mbek bojoku, aku pengen diterno wong tuoku ae,” tolakku. Aku dan teman-teman memang memanggilnya Koko, sebutan pemilik toko ATK, chinese. Hahaha....
Kejadian aneh pick up yang distater tapi tidak bisa pun, seolah memang takdirnya aku harus diantar orang tuaku. Memang akupun menolak jika harus diantar mobil pick up, atau mobil sekretaris dinas yang parkir di halaman kantor.

“Pap, papi, ketubanku pecah pap,” segera aku menelepon papiku. “Opo nduk? Ban e pecah?, iyo engkok disusul Indra yo nduk” jawab papiku yang baru bangun tidur dari istrirahat siang jam setengah 3 sore. Aku masih tidak sadar kalo papiku menjawab ban pecah, tapi aku tanda tanya kenapa dijemput Indra....
 “Iya pap, ketubanku pecah, gimana ya pap??,” tanyaku lagi. “Lhoooo... ketuban pecah??? Iyo nduk, Bapak sama Mama maringene nang kantormu,”.

Cepat banget aku langsung dijemput orang tuaku, hitungan 10 menit mereka langsung sampai menjemputku, yang sedari aku tutup telepon langsung duduk di kursi ruang tamu kantor dibantu banyak teman-teman yang masih tersisa di kantor. 

“Langsung kita ke RSUD ya pak,” ajak Pak Sitrin ngobrol dan salaman dengan orang tuaku.
Pak Sitrin adalah Kepala Bidangku, Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi. Beliau yang meyakinkanku untuk lahiran anak kedua di RSUD. Sebelumnya aku menginginkan lahiran di bidan, ditolaknya secara halus dengan memberikan keyakinan bahwa RSUD pelayanannya sudah jauh lebih baik daripada Tahun 2012 aku melahirkan anak pertama. 

Di dalam mobil, turut Sonea teman Prahum terus menggenggam tanganku selama perjalanan menuju RSUD. “Sabar ya Ci, terus bersholawat Ci,” ingat Nea kala itu. “Iyo Ci,” terus saja aku menangis.
“Iki mbak Nea penyiar Suara Kota itu ya?,” tanya mamiku. “Enggeh bu,” senyum Nea.
Kira-kira perjalanan hanya 1 km itu diselimurkan dengan obrolan mamiku dan Sonea, sementara aku hanya mampu bersholawat terus dan terus.

Sesampai di RSUD dr. Moch. Saleh, satu-satunya rumah sakit pemerintah yang beralamatkan di Jalan Panjaitan itu, bergegas aku di sambut ranjang roda oleh beberapa perawat RSUD.
“Langsung ke UGD ya,” tindakan perawat itu dengan cepat.
Pasang gelang pasien, buka celana hamil hitam, pasang infus, ambil sampel darah, tensi tekanan darah, semua tindakan itu begitu cepat.
Bolak balik kedua orang tuaku diikuti Pak Sitrin amping-amping pintu kamar UGD, sesekali aku melihat mereka ngobrol bersama.

Sementara di dalam kamar UGD aku ditemani Sonea, sambil foto-foto tanganku yang sudah terpasang gelang pasien dan ternyata di upload juga di WA grup kantor, WA grup Prahum kota dan Facebook olehnya, hahahaaa...
Masih aja ya mikir up to date, temannya lagi merasakan ketakutan dan kepanikan mendalam sambil terus agak nahan tangis dan kegelisahan dalam hatiku, “aku enggak mau di opearasi caesar!”.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar